Apa Perbedaan Zakat, Sedekah, Infaq, dan Wakaf?

Ibu Aminah (Bogor).

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Untuk menjelaskan apa itu zakat, sedekah, infak, dan wakaf bisa dipahami lebih jelas dengan mengetahui persamaan dan Perbedaannya.

Zakat, sedekah, infak dan wakaf itu adalah donasi sosial dan transaksi sosial bukan bisnis; di mana setiap orang yang bersedekah atau berzakat itu berharap pahala dari Allah SWT; tidak ada imbal hasil, profit, keuntungan materil sebagaimana dalam bisnis. Jika orang berzakat, bersedekah, berinfak, berwakaf, maka benefit yang diharapkannya adalah pahala dari Allah SWT karena itu transaksi sosial bukan bisnis.

Sedangkan perbedaannya, adalah sebagai berikut; Dilihat dari aspek hukum, zakat itu hukumnya wajib ditunaikan, seperti halnya zakat fitrah bagi yang telah memenuhi rukun dan syaratnya. Sedangkan sedekah, infak, dan wakaf itu hukumnya sunah, berpahala jika dikerjakan dan tidak berdosa jika tidak ditunaikan.

Dari aspek hukum, zakat itu hukumnya wajib di­tunaikan, sedangkan sedekah, infak, dan wakaf itu hukumnya sunah. Dari aspek penerima manfaat (mustahiq) zakat untuk delapan kelompok pe­nerima manfaat, sedangkan sedekah, infak, dan manfaat waqaf itu diperuntukkan untuk dhuafa dan orang-orang yang membutuhkan. Dari sisi sumber alokasinya, zakat, sedekah, dan infak yang dialokasikan adalah pokok dan benefitnya (jika ada). Sedangkan wakaf, yang dialokasikan adalah manfaatnya, sedangkan pokoknya tidak boleh dialokasikan.

Dilihat dari aspek penerima manfaat (mustahik), peruntukan zakat untuk delapan kelompok penerima manfaat (fakir miskin, yang terlilit utang, fi sabilillah, muallaf, ibnu sabil, riqab (hamba sahaya) dan amil). Sedangkan sedekah, infak, dan manfaat wakaf itu diperuntukkan untuk dhuafa dan orang-orang yang membutuhkan.

Dari sisi sumber alokasinya, zakat, sedekah, dan infak yang dialokasikan untuk penerima manfaat adalah pokok dan benefit nya (jika ada). Berbeda dengan wakaf, yang dialokasikan adalah manfaatnya, sedangkan pokoknya tidak boleh dialokasikan, tidak boleh berkurang, dan tidak boleh dipindah kepemilikan.

Kesimpulan tersebut di atas berdasarkan telaah terhadap nash dan regulasi sebagai berikut; Pertama, zakat yang di­sebutkan dalam Al-Qur’an menggunakan lafadz az-zakah dan lafadz shadaqah, seperti;

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat.” (QS. Al- Baqarah: 43)

dan juga menggunakan lafadz sedekah, seperti;

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka.” (QS. At-Taubah: 103).

Dengan demikian, lafadz zakah dan sedekah dalam Al-Qur’an itu maknanya adalah zakat mal yang wajib.

Kedua, menurut fikih, Zakat adalah mengeluarkan sebagian harta dalam waktu tertentu (haul atau ketika panen) dengan nilai tertentu (2,5%, 5%, 10%, atau 20%) dan sasaran tertentu (fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fi sabilillah, dan ibnu sabil). Sedekah adalah pemberian harta secara sunah kepada orang yang membutuhkan dengan tujuan taqarrub kepada Allah SWT. Infak adalah memberikan hartanya untuk memenuhi hajat-hajat si penerima harta. Zakat fitrah adalah setiap bagian harta seorang muslim yang dibayarkan pada bulan Ramadhan sebelum ‘Idul Fitri.[1] Sedangkan wakaf, substansinya adalah pokok wakaf harus dijaga agar tetap bisa dimanfaatkan atau memberikan benefit untuk mustahik, sebagaimana dalam hadis Rasulullah SAW yang artinya:

“Tahan pokoknya dan petik (peruntukan) hasilnya”. (HR. Bukhari Muslim).

Ketiga, menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat; Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Sedangkan wakaf menurut UU      No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf adalah perbuatan hukum        wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wallahu a’lam.


[1] Muhammad Rawas Qal’aji, Mu’jam Lughatil Fuqaha, hal. 243

Open chat
1
Assalamu'alaikum Sahabat Baitulmal Tazkia
Ada yang bisa kami bantu?

Chat kami di sini